Kamis, 30 April 2015

Spending Money

Waktu jaman kuliah dulu, jujur gw pernah bercita-cita pengen bisa beli barang ini dan barang itu yang serba branded kalo udah bisa nyari duit sendiri. Gw dibesarkan di keluarga sederhana, yang ngga peduli (dan ngga aware) sama barang-barang branded. Dari dulu gw di-didik kalo beli barang itu untuk fungsinya, bukan untuk pride-nya. Jadi ya udaahhh... tau diri gw mao sampe merengek-rengek pengen ini-itu, ortu gw akan tetap keukeuh dengan prinsip itu.

Makanya dulu gw kalo ngaku anak SBM, pasti orang-orang pada ngga ngira.. secara gw penampilan "minimalis" gitu.. wkwkwk.

Nah sekarang udah kerja, udah punya suami.. ternyata buat gw tetep aja ngga gampang ngeluarin duit buat, let's say, tas Kate Spade berjuta-juta IDR (padahal buat sebagian orang sih ini tas level menengah biasa aja.. belom LV, Chanel, ato Prada gitu loch). Ngeliatinnya sih doyan aja, penasaran juga tas semahal itu apa emang bener-bener bagus dan awet (karena liat ada temen yang kayaknya kolektor tas ber-merk and she's kinda proud of it... secara koleksinya di-pajang terus di medsos lengkap dengan hashtag-nya..#eaaa..). But then again, benar-kah kebanyakan orang beli barang tersebut for the quality? Or mostly untuk pride-nya? Secara pribadi kok gw ngerasa lebih ke faktor yang kedua yaa...

Selain itu, jujur gw ngerasa tertohok banget kalo ngeliat masih banyak orang di luar sana yang bahkan untuk makan aja kesulitan. Kok rasanya ngga pantes aja ya gw beli barang-barang mahal just for pride padahal ada anak-anak yang putus sekolah di sekitar gw karena ngga ada biaya. Bukankah duit gw akan lebih bermanfaat kalo dipake untuk ngebantu orang lain? Kalo gw beli barang mahal buat dipamerin atau ingin di"notice", ntar malah takutnya jadi riya' lagi. Ntar gedean mudharatnya ketimbang manfaatnya. 

Mungkin bisa sih bilang "Gapapa kali, nyenengin diri sendiri sekali-kali.. toh duit juga duit hasil keringet sendiri", tapi gw juga masih galau apakah beli tas mahal itu bener-bener bikin seneng gw? Ato mending duitnya gw pake buat jalan-jalan ke Jepang ajah? Senengnya karena apa? Karena mahal dan bisa dipamerin? Ato bener seneng karena manfaat dan estetikanya (cewek banget ini, beli sesuatu karena unyuuu) ? Halah, mao beli barang aja mikirnya kepanjangan yaa..

Tapi ngga nyangka juga.. ternyata, gw sepakat dengan prinsip kedua orangtua gw.. beli sesuatu itu untuk manfaatnya, bukan untuk dipamerin ato ikut-ikutan trend. Yah, tapi kalo untuk lucu-lucuan juga boleh aja sih harusnya yah (galau till the end). 



Senin, 02 Maret 2015

Another Dream

Holla!

It's been more than 4 months since the last time I wrote something here. Yeah, so unproductive of me.
However, I finally scratched one of my wish list, which is going to Japan (instantly becomes one of the best moments in my life). 
Aside from that, my life remains the same.
The same daily office work from 7.30 to 5.30, Monday - Friday. The same laundry, cooking, and other households-maintenance thingy (which I'm not good at) at home. The same movies-watching, mall-strolling on weekends. Sounds boring but that's just a life I currently choose to live on. 

But sometimes, I got a punch from within. I can do more than this. I absolutely can. 

I want to write my own book (children book) with illustrations drawn by my own hands.
I want to do a social works, helping to empower other people.

Okay..

Sabtu, 04 Oktober 2014

Middle Name Problem

I feel so confused right now

I had just booked two tickets from AirAsia for me and my husband, and then I realize : "Do I need to put my middle name in the booking form??". Well, actually the form only requires first and last name, so I did not mention my mid name. But then I go through some articles that said that we indeed have to write the middle name -- just like in the passport -- or else we might get into trouble in the check in counter or even in the immigration. 

I tried to contact the call service assistance, but they cannot change my booking name. No help at all.
Then I browsed around the web to find that I am not alone! Many people thought the same thing, 'AirAsia does not have space for middle names in their booking form!'. So, from what I have observed from some forums and blogs, they mostly say that middle name is not necessary. Many of them could fly and enter a country easily with only first and last name printed in their ticket. However, there are still people who's not so lucky and must deal with problem in the counter office--some were asked to buy NEW ticket. 

I got panic right now. Another blog suggested to fill the e-form in the AirAsia web. I did. But it is said that we have to wait for 5 days before they could response. It's too long. I need to know the true answer as soon as possible T_T

So the last thing I'd try is to contact AirAsia via livechat. Some said, this is the faster way to overcome your booking problem. I'm now queuing for the service. WISH ME LUCK!


Senin, 18 Agustus 2014

Balikpapan

Dipikir-pikir lagi, sebenarnya tinggal dan berkehidupan di Balikpapan itu sangat nyaman. Kotanya memang kecil, kadang membosankan, dan segala barang kebutuhan mahal harganya. Tapi, di sini memang rata-rata penghasilannya cukup tinggi. Mbak-mbak asisten rumah tangga aja bisa pasang tarif sampai satu juta untuk bekerja 2-3 jam per hari selama 6 hari. Client-nya bisa sampai 4 rumah seharinya. Eh bukan itu sih inti cerita kali ini.

Maksud cerita hari ini, Balikpapan itu enak untuk tinggal, apalagi bagi yang sudah berkeluarga. Karena ga banyak tempat komersial, orang-orangnya juga jadi ga begitu hedon. Selama di sini juga ga pernah punya kenalan yang doyan clubbing (buat saya, clubbing itu selalu negatif). Denger gosipnya aja ga pernah. Dan suasana di sini cukup islami. Ibu-ibunya banyak yang berjilbab syar'i, banyak event-event keagamaan (di kantor, di komplek), dan suami-suami pun doyannya jamaah ke masjid. Anak gaul pun di sini jadi ikut pengajian. Di Balikpapan juga bersih. Di angkot selalu tersedia tempat sampah. Ga pernah liat sampah numpuk sembarangan di tepi jalan. Dan salah satu faktor paling penting: Balikpapan ga macet! Paling macet-macet biasa aja, ga pernah sampe deadlock. Pekerjaan juga tema-nya work life balance. Masuk tepat waktu, pulang juga bisa tenggo. Yang penting kerjaan beres. Teman-temannya baik semua. Kayaknya, Balikpapan ini bisa mengubah orang menjadi lebih membumi.

Karena hal-hal di atas inilah yang belakangan ini membuat saya lebih mensyukuri nasib yang membawa saya menetap di Balikpapan Beriman saat ini.

..... Tinggal masalah listrik dan antrian BBM saja nih.. And everything will be closer to perfect.

Jumat, 01 Agustus 2014

Awam

Sebagai seorang muslim (yg masih teramat dangkal ilmunya), terkadang saya merasa bingung dengan situasi umat muslim saat ini. Ada berbagai macam golongan, yang semuanya merasa diri paling benar dan lalu mensesat-sesatkan golongan lainnya. Malah sampai saling bunuh-bunuhan. Padahal, secara sangat sederhananya, kita menyembah Tuhan yang sama kan? Katanya, sesama umat muslim itu bersaudara. Harusnya, agama Islam itu adalah agama damai. Dengan umat agama lain pun kita harus bertoleransi, tapi kenapa dengan sesama muslim pun masih saling mencerca. Kenapa situasi saat ini terasa jauh dari damai?

Kalau merasa golongannya yang paling benar, lalu lantas apa boleh kemudian menjelek-jelekan yang lain? Sampai-sampai menjelekannya dengan membawa dalil-dalil. Apakah ada anjuran-nya untuk berbuat seperti itu? Saya kira tak ada. Bahkan, bukannya berdebat yang tak ada ujungnya pun harusnya dihindari? Saya lebih tidak mengerti dengan golongan yang bahkan bisa berbuat lebih jahat-- merusak, membunuh--lalu membawa agama sebagai dasarnya. Seakan dirinya paling benar, seakan dirinya orang suci yang sudah dijamin surga sampai berani-beraninya berbuat kekejaman atas nama agama. Benarkah agama saya menyuruh seperti itu? Saya tidak percaya. Yang saya tahu, Islam bukan agama yang agresif. Pasti ada alasan kuat, sejarah yang melatarbelakangi setiap kejadian terkait Islam di zaman dahulu, termasuk kejadian terkait perang. Yang saya tahu, dulu Nabi Muhammad sangat bersabar meski dihina bahkan diperlakukan kasar saat ia mendakwahkan Islam di negeri Arab. Nah, zaman sekarang, saya merasa bahwa orang-orang menyitir ayat atau sunnah, tanpa melihat konteksnya secara lengkap. Makanya, banyak yang salah paham mengira Islam adalah agama kekerasan.

Apa boleh buat, sebagian umat muslim lebih senang mementingkan perbedaan golongan-golongan ketimbang menjadi muslim yang terjaga hubungannya dengan Allah dan dengan sesama manusia lainnya. Lebih senang menghabiskan waktu dengan mencari-cari kesalahan "golongan" lain dan membuat panas suasana ketimbang membuat dirinya lebih bijak.

Ah, kesal dengan oknum-oknum seperti itu.

Sabtu, 05 Juli 2014

Ramadhan

It's Ramadhan again and I'd like to deeply apologize for all mistakes I did.

My goal this year is simply to increase the quality of worship and become a better human.

This year, for the first time, I'll spend the Idul Fitri day in Balikpapan. Just me and my husband. Blame the overpriced flight from here to Jakarta. But it's okay..