Strangers in the Night (Frank Sinatra)
Strangers in the night exchanging glances
Wondering in the night
What were the chances we'd be sharing love
Before the night was through.
Something in your eyes was so inviting,
Something in your smile was so exciting,
Something in my heart,
Told me I must have you.
Strangers in the night, two lonely people
We were strangers in the night
Up to the moment
When we said our first hello.
Little did we know
Love was just a glance away,
A warm embracing dance away and -
Ever since that night we've been together.
Lovers at first sight, in love forever.
It turned out so right,
For strangers in the night.
Love was just a glance away,
A warm embracing dance away -
Ever since that night we've been together.
Lovers at first sight, in love forever.
It turned out so right,
For strangers in the night.
Do dody doby do
do doo de la
da da da da ya
Dedicated to my beloved final project :)
Kamis, 22 Juli 2010
Jumat, 16 Juli 2010
When you get frustrated (because of your final project)... just do this!
In after-class session, me and friends have a dance tutorial to refresh our mind (thank you final project, you drive us mad).
And what dance by the way?
Yeah, it's Sorry-Sorry dance from Super Junior! Pretty cool, right? I want to have that flexible body! They are really good in dancing and the song is ear-catching. Entertaining :)
The video embedded above is a (more) simple version of the dance so we (hope) can learn it in easier way............. but we're just a beginner so it's still very difficult for us.
But it does not mean I like their beautiful face by the way (because I prefer those who are more manly--and natural :p).
And what dance by the way?
Yeah, it's Sorry-Sorry dance from Super Junior! Pretty cool, right? I want to have that flexible body! They are really good in dancing and the song is ear-catching. Entertaining :)
The video embedded above is a (more) simple version of the dance so we (hope) can learn it in easier way............. but we're just a beginner so it's still very difficult for us.
But it does not mean I like their beautiful face by the way (because I prefer those who are more manly--and natural :p).
It's dhea, dance for us :)
The Last Class 2010 :(
Today was my last class in School of Business and Management Institut Teknologi Bandung. After this, all I have to do is finishing my final project. Then, next friday I'll take my final exam for Strategic and Change Management.
Oh iya, dan sidang tanggal 2 Agustus 0_0
Oh iya, dan sidang tanggal 2 Agustus 0_0
Selasa, 13 Juli 2010
Hierarki Aktor/Aktris
Jika di dalam sebuah kerajaan penduduknya dapat digolongkan menjadi kaum bangsawan, kaum pendeta, pedagang, dan rakyat jelata, maka berdasarkan buku Movie Guide for Idiots (Andhini, W. Arresty. 2010) , tipe aktor/aktris dapat digolongkan menjadi beberapa kasta berdasarkan kemampuan akting mereka, yakni:
1. Aktor/Aktris Festival
Aktor/aktris golongan ini adalah mereka yang memiliki kemampuan akting luar biasa dengan penghayatan yang penuh totalitas. Biasanya mereka adalah aktor/aktris watak yang memiliki wajah tak serupawan foto model dan memilih peran yang dianggap menantang totalitas akting mereka atau peran tak biasa dalam film-film bergenre drama dengan budget rendah. Tak butuh visual efek ratusan juta dollar, karena akting dan skenario yang kuat sudah cukup bagi mereka untuk menghasilkan film yang berat (dan cenderung 'tak biasa'). Film-film yang mereka bintangi berjaya di festival-festival penghargaan tapi sayangnya tak terlalu berjaya dalam tangga box office.
2. Aktor/Aktris Happily-Ever-After Hollywood
Mereka adalah aktor/aktris yang sangat kapitalis. Aktor/aktris golongan ini biasanya memiliki ketampanan dan kecantikan di atas rata-rata dengan body yahud. Yang pria bak kontrabass nan gagah, sedangkan yang wanita bagaikan peking yang langsing dan nyaring. Mereka bermain dalam film yang tidak membutuhkan akting yang bagus-bagus amat. Cukuplah bisa menampakan wajah "I'm the hottest man/woman on earth" dan sesekali ekspresi horor ketika alien mengejar mereka atau ekspresi tersedak durian ketika melihat kekasih yang mereka puja ternyata gay. Biasanya mereka bermain dalam fim bergenre action dengan budget ratusan juta dollar atau comedy romance yang cukup ringan dan bertujuan menghibur (pasti jagoan menang, pasti cinta sejati menang). Film-film ini berjaya di box office, tapi entah mengapa, film ini tak bertahan lama di hati penontonnya. Beberapa aktor/aktris golongan ini kadang juga bermain di film kelas festival (supaya dapet nominasi Oscar kayaknya).
3. Aktor/Aktris Sinetron
Mereka adalah aktor-aktris yang sangat malang sekaligus jahat menurut saya. Pengertian mereka tentang 'akting yang menantang' mungkin terlalu rendah. Cukuplah punya modal tampang yang sesuai template (putih, tinggi, langsing, mampu tersenyum selebar 3 jari). Mereka total sekali untuk melebaykan peran mereka. Jika diberi peran tertindas, beraktinglah seolah-olah di pundak mereka bertengger kuntilanak, tuyul, dan beragam setan lain. Berani melawan, hilang kepala mereka. Horror dan menderita sekali bukan? Sedangkan jika diberi peran antagonis, mereka berakting seakan-akan tidak ada itu yang namanya surga. Tidak ada lagi malaikat Atid yang mencatat keburukan. Saya curiga, aktor-aktris sinetron memang hanya mengincar kekayaan dan ketenaran saja. Bekerja sama dengan produser mata duitan, mereka sepakat untuk menenggelamkan rakyat Indonesia dalam kebodohan. Atau mungkin saking bodohnya (atau tidak pekanya), mereka tidak sadar menjadi bagian dari konspirasi internasional dalam misi pembodohan bangsa.
4. Aktor/Aktris Reka Adegan
Mereka adalah orang-orang yang bermimpi jadi aktor/aktris terkenal. Namun, dikarenakan sistem perfilman yang berpihak pada mereka yang rupawan, mereka yang rata-rata bewajah pas-pasan terpaksa bermain dalam program-program kriminal yang membutuhkan reka adegan. Dan kemungkinan besar, mereka memang tidak berbakat dalam bidang akting tapi tetap penasaran untuk masuk TV. Mereka berakting menjadi korban-korban mutilasi sebelum dijagal. Atau dalam program UNreality show, dimana mereka berperan sebagai kekasih yang mencari pasangannya yang telah lama menghilang. Di akhir acara, ternyata pasangan mereka berselingkuh dengan sesama jenis. Ah, bahkan untuk program sampah seperti itu pun akting mereka sangat kentara sekali menunjukan kepalsuan reality show tersebut.
5. Aktor/Aktris Figuran
Mereka hanyalah orang numpang lewat di sekitar lokasi yang sangat beruntung. Sudah bisa bertemu dengan artis-artis terkenal, masuk TV (walau hanya sepersekian detik), udah gitu dapet duit pula (lumayan beli rokok).
WARNING:
Pilihlah profesi yang tidak merusak orang lain!!
1. Aktor/Aktris Festival
Aktor/aktris golongan ini adalah mereka yang memiliki kemampuan akting luar biasa dengan penghayatan yang penuh totalitas. Biasanya mereka adalah aktor/aktris watak yang memiliki wajah tak serupawan foto model dan memilih peran yang dianggap menantang totalitas akting mereka atau peran tak biasa dalam film-film bergenre drama dengan budget rendah. Tak butuh visual efek ratusan juta dollar, karena akting dan skenario yang kuat sudah cukup bagi mereka untuk menghasilkan film yang berat (dan cenderung 'tak biasa'). Film-film yang mereka bintangi berjaya di festival-festival penghargaan tapi sayangnya tak terlalu berjaya dalam tangga box office.
2. Aktor/Aktris Happily-Ever-After Hollywood
Mereka adalah aktor/aktris yang sangat kapitalis. Aktor/aktris golongan ini biasanya memiliki ketampanan dan kecantikan di atas rata-rata dengan body yahud. Yang pria bak kontrabass nan gagah, sedangkan yang wanita bagaikan peking yang langsing dan nyaring. Mereka bermain dalam film yang tidak membutuhkan akting yang bagus-bagus amat. Cukuplah bisa menampakan wajah "I'm the hottest man/woman on earth" dan sesekali ekspresi horor ketika alien mengejar mereka atau ekspresi tersedak durian ketika melihat kekasih yang mereka puja ternyata gay. Biasanya mereka bermain dalam fim bergenre action dengan budget ratusan juta dollar atau comedy romance yang cukup ringan dan bertujuan menghibur (pasti jagoan menang, pasti cinta sejati menang). Film-film ini berjaya di box office, tapi entah mengapa, film ini tak bertahan lama di hati penontonnya. Beberapa aktor/aktris golongan ini kadang juga bermain di film kelas festival (supaya dapet nominasi Oscar kayaknya).
3. Aktor/Aktris Sinetron
Mereka adalah aktor-aktris yang sangat malang sekaligus jahat menurut saya. Pengertian mereka tentang 'akting yang menantang' mungkin terlalu rendah. Cukuplah punya modal tampang yang sesuai template (putih, tinggi, langsing, mampu tersenyum selebar 3 jari). Mereka total sekali untuk melebaykan peran mereka. Jika diberi peran tertindas, beraktinglah seolah-olah di pundak mereka bertengger kuntilanak, tuyul, dan beragam setan lain. Berani melawan, hilang kepala mereka. Horror dan menderita sekali bukan? Sedangkan jika diberi peran antagonis, mereka berakting seakan-akan tidak ada itu yang namanya surga. Tidak ada lagi malaikat Atid yang mencatat keburukan. Saya curiga, aktor-aktris sinetron memang hanya mengincar kekayaan dan ketenaran saja. Bekerja sama dengan produser mata duitan, mereka sepakat untuk menenggelamkan rakyat Indonesia dalam kebodohan. Atau mungkin saking bodohnya (atau tidak pekanya), mereka tidak sadar menjadi bagian dari konspirasi internasional dalam misi pembodohan bangsa.
4. Aktor/Aktris Reka Adegan
Mereka adalah orang-orang yang bermimpi jadi aktor/aktris terkenal. Namun, dikarenakan sistem perfilman yang berpihak pada mereka yang rupawan, mereka yang rata-rata bewajah pas-pasan terpaksa bermain dalam program-program kriminal yang membutuhkan reka adegan. Dan kemungkinan besar, mereka memang tidak berbakat dalam bidang akting tapi tetap penasaran untuk masuk TV. Mereka berakting menjadi korban-korban mutilasi sebelum dijagal. Atau dalam program UNreality show, dimana mereka berperan sebagai kekasih yang mencari pasangannya yang telah lama menghilang. Di akhir acara, ternyata pasangan mereka berselingkuh dengan sesama jenis. Ah, bahkan untuk program sampah seperti itu pun akting mereka sangat kentara sekali menunjukan kepalsuan reality show tersebut.
5. Aktor/Aktris Figuran
Mereka hanyalah orang numpang lewat di sekitar lokasi yang sangat beruntung. Sudah bisa bertemu dengan artis-artis terkenal, masuk TV (walau hanya sepersekian detik), udah gitu dapet duit pula (lumayan beli rokok).
WARNING:
Pilihlah profesi yang tidak merusak orang lain!!
Minggu, 11 Juli 2010
Mom and Daughter
Liburan kuliah. Seorang anak gadis ongkang-ongkang kaki di rumah sambil santai-santai membaca komik-komik lama. Sang Ibunda yang prihatin lalu mengajak anaknya itu ikut pengajian ibu-ibu kompleks.
Ibunda: Daripada kamu males-malesan gitu, mending ikut ibu ngaji
Anak gadis: Pengen sih.. tapi males gerak nih (belum mandi pula)
Ibunda: Eh ya udah deh ga usah aja. Takut kalo kamu ikut, nanti temen-temen ibu pengen ngambil kamu jadi menantu lagi.
Anak gadis: :">
Ah, bagi seorang ibu, anak gadisnya memang akan selalu jadi yang paling oke :)
Ibunda: Daripada kamu males-malesan gitu, mending ikut ibu ngaji
Anak gadis: Pengen sih.. tapi males gerak nih (belum mandi pula)
Ibunda: Eh ya udah deh ga usah aja. Takut kalo kamu ikut, nanti temen-temen ibu pengen ngambil kamu jadi menantu lagi.
Anak gadis: :">
Ah, bagi seorang ibu, anak gadisnya memang akan selalu jadi yang paling oke :)
Sabtu, 10 Juli 2010
cepet sembuh natasha!
Dua hari lalu, ibu saya menelpon dari rumah. Kurang lebih begini ucapan ibu saya:
"Yu, anak kucing kesayangan ibu kejepit pintu. Sekarang jadi ngga bisa jalan. Makan sama minum harus disuapin. Kata dokter yang kemarin sih dibiarin aja nanti sembuh sendiri. Tapi ini ibu mau periksain ke dokter yang lain juga."
Dan beberapa hari sebelumnya saya sempat *dengan agak-agak depresi* nelpon ibu saya minta ibu sama bapak saya dateng ke bandung buat nengok saya. Soalnya saya ngga mungkin bisa pulang ke rumah sementara deadline TA menghadang di pelupuk mata.
Lalu ibu saya bilang,
"Ibu harus ngerawat si kucing, jadi ibu kayaknya ngga bisa ke bandung"
Ya sudah deh. Saya juga sedih ngedenger si anak kucing (mari sementara ini kita namakan Natasha, karena memang sebenarnya ia dan saudara-saudarinya tak pernah bernama) sampai ngga bisa makan-minum sendiri seperti itu. Kasihan banget :'(
Semoga Natasha bisa disembuhkan yaa, amin amin! Saya ikhlas deh ibu-bapak saya ngga jadi dateng ke bandung...
NB: sebenernya saya bukan pecinta kucing, tapi di rumah saya jadi banyak kucing semenjak saya, kakak, dan adik meninggalkan rumah... mau ngga mau, walau sering sebal, saya jadi terbiasa dengan kucing deh.
Dan beberapa hari sebelumnya saya sempat *dengan agak-agak depresi* nelpon ibu saya minta ibu sama bapak saya dateng ke bandung buat nengok saya. Soalnya saya ngga mungkin bisa pulang ke rumah sementara deadline TA menghadang di pelupuk mata.
Lalu ibu saya bilang,
"Ibu harus ngerawat si kucing, jadi ibu kayaknya ngga bisa ke bandung"
Ya sudah deh. Saya juga sedih ngedenger si anak kucing (mari sementara ini kita namakan Natasha, karena memang sebenarnya ia dan saudara-saudarinya tak pernah bernama) sampai ngga bisa makan-minum sendiri seperti itu. Kasihan banget :'(
Semoga Natasha bisa disembuhkan yaa, amin amin! Saya ikhlas deh ibu-bapak saya ngga jadi dateng ke bandung...
NB: sebenernya saya bukan pecinta kucing, tapi di rumah saya jadi banyak kucing semenjak saya, kakak, dan adik meninggalkan rumah... mau ngga mau, walau sering sebal, saya jadi terbiasa dengan kucing deh.
Quotes from Dwilogi Padang Bulan
Kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina
SyukurItu bukan berarti kau harus mendaftar sekolah ke Tiongkok sana, tapi jangan pernah sungkan bepergian untuk menimba ilmu. Ingat, orang yang berilmu, ditinggikan derajatnya di muka Allah
Tak selembar pun daun jatuh tanpa sepengetahuan Tuhan, Boi. Bagaimana keadaan kita sekarang, itulah yang diinginkan-Nya.
Cinta
Ia adalah lelaki yang baik dengan cinta yang baik. Jika kami duduk di beranda, ayahmu mengambil antip dan memotong kuku-kukuku. Cinta seperti itu akan dibawa perempuan sampai mati.
Jika kuseduhkan kopi, ayahmu menghirupnya pelan-pelan lalu tersenyum padaku.
Meski tak terkatakan, anak-anaknya tahu bahwa senyum itu adalah ucapan saling berterima kasih antara ayah dan ibu mereka untuk kasih sayang yang balas-membalas, dan kopi itu adalah cinta di dalam gelas
Mimpi
Kurentangkan kedua tangan lebar-lebar. Aku menengadah dan kepada langit kukatakan:
Ini aku! Putra ayahku! Berikan padaku sesuatu yang besar untuk kutaklukan! Beri aku mimpi-mimpi yang tak mungkin karena aku belum menyerah! Takkan pernah menyerah. Takkan pernah!
Label:
buku,
reflection
Ridho Allah
Pernah denger cerita ini ngga?
Zaman dahulu, ada seorang alim ulama yang sangat taat beribadah kepada Allah. Hidupnya benar-benar didedikasikan untuk beramal di jalan Allah. Saat orang tersebut meninggal dunia, Allah lalu memasukannya ke surga atas rahmat-Nya. Akan tetapi, alim ulama ini menolak karena ia ingin masuk surga dengan semua amalannya selama di dunia. Maka, jadilah seluruh amalannya ditimbang dan hasilnya: berat amalan sang alim ulama ternyata tidak lebih dari berat karunia satu bola mata yang diberikan Allah padanya.
Kata mentor saya, cerita di atas menggambarkan bahwa ridho Allah adalah hal terpenting yang harus dicari setiap manusia di muka bumi ini. Apapun yang kita lakukan, segala amalan-amalan yang kita perbuat seharusnya dilandasi niat karena Allah. Bukan karena mengharapkan hal-hal lainnya yang bersifat keduniaan.
Faktanya, jelas-jelas semua yang ada di dunia ini kan milik Allah, baik yang bersifat kasat mata maupun yang tak kasat mata. Ia bisa setiap saat menitipkan rezekiNya pada kita dan bisa kapan saja juga mengambilnya kembali. Semua hak-Nya.
Karena itu, sebenarnya sangat masuk akal jika kita seharusnya meniatkan apapun karena Allah.
Contohnya nih: X menyukai temannya yang bernama Y. Karena Y ikut pengajian, si X pun mengikuti pengajian yang sama demi bertemu Y. Di sini jelas niat X adalah untuk bertemu Y, bukannya untuk menuntun ilmu demi mengamalkan ajaran Allah. Padahal, perasaan Y kan yang mengatur juga Allah. Mau jungkir-balik kayak gimana pun, perasaan Y ngga akan berubah kalau Allah berkata tidak.
Dengan kata lain: meniatkan sesuatu selain untuk Allah adalah hal yang sia-sia.
Dan lagipula, berniat selain karena Allah itu terhitung syirik lho.
Nampaknya saya (dan mungkin kita) masih harus sering-sering mengingatkan diri untuk meluruskan setiap niat.
Wallahu'alam Bishawab.
Mohon dikoreksi jika ada yang salah pada tulisan saya.
Kata mentor saya, cerita di atas menggambarkan bahwa ridho Allah adalah hal terpenting yang harus dicari setiap manusia di muka bumi ini. Apapun yang kita lakukan, segala amalan-amalan yang kita perbuat seharusnya dilandasi niat karena Allah. Bukan karena mengharapkan hal-hal lainnya yang bersifat keduniaan.
Faktanya, jelas-jelas semua yang ada di dunia ini kan milik Allah, baik yang bersifat kasat mata maupun yang tak kasat mata. Ia bisa setiap saat menitipkan rezekiNya pada kita dan bisa kapan saja juga mengambilnya kembali. Semua hak-Nya.
Karena itu, sebenarnya sangat masuk akal jika kita seharusnya meniatkan apapun karena Allah.
Contohnya nih: X menyukai temannya yang bernama Y. Karena Y ikut pengajian, si X pun mengikuti pengajian yang sama demi bertemu Y. Di sini jelas niat X adalah untuk bertemu Y, bukannya untuk menuntun ilmu demi mengamalkan ajaran Allah. Padahal, perasaan Y kan yang mengatur juga Allah. Mau jungkir-balik kayak gimana pun, perasaan Y ngga akan berubah kalau Allah berkata tidak.
Dengan kata lain: meniatkan sesuatu selain untuk Allah adalah hal yang sia-sia.
Dan lagipula, berniat selain karena Allah itu terhitung syirik lho.
Nampaknya saya (dan mungkin kita) masih harus sering-sering mengingatkan diri untuk meluruskan setiap niat.
Wallahu'alam Bishawab.
Mohon dikoreksi jika ada yang salah pada tulisan saya.
Label:
reflection
Jumat, 09 Juli 2010
I love this
Ah, ternyata saya benar-benar sangat menyukai kegiatan menulis di blog ini.
Dan karena saya menyukai detail, makanya saya sering nulis panjang-panjang mengenai fakta-fakta yang tidak penting (tapi menurut saya pribadi sih menarik, hehe).
Lebih baik suruh saya posting 10 tulisan sehari deh daripada ngerjain tugas akhir :p
Dan karena saya menyukai detail, makanya saya sering nulis panjang-panjang mengenai fakta-fakta yang tidak penting (tapi menurut saya pribadi sih menarik, hehe).
Lebih baik suruh saya posting 10 tulisan sehari deh daripada ngerjain tugas akhir :p
Kamis, 08 Juli 2010
Jakarta Random
Kemarin Subuh, saya pergi ke Jakarta (naik travel) untuk interview kerja dengan sebuah bank swasta nasional. Nyampe Jakarta, saya mampir dulu ke rumah mbah saya lalu cabut ke Sudirman sekitar jam 10an. Dan ternyata wawancaranya berlangsung tidak sesuai harapan. Bidang yang ditawarkan berbeda dengan yang saya inginkan, jadi saya mengundurkan diri deh :p (daripada ga sesuai kata hati)
Biar kedatangan saya ke Jakarta ngga 100% sia-sia, akhirnya secara spontan saya memutuskan untuk jalan-jalan dulu. Jadilah saya naik busway dari Karet, menuju arah Kota. Tujuannya, saya pengen ke daerah Monas. Hehe.
Sekedar informasi, ini pertamakalinya saya naik busway sendirian. Terakhir (dan sekali-kalinya saya naik busway) adalah dua tahun yang lalu bersama sepupu-sepupu saya. Ya udahlah yaa, saya cukup pakai prinsip "malu bertanya sesat di jalan".
Seperti yang saya bayangkan, di busway pasti desek-desekan dan ga kebagian tempat duduk. Apalagi saat itu jam makan siang, bus-nya penuh dengan orang-orang kantoran. Yang penting ga kena macet sih :) Akhirnya saya gelantungan aja di deket pintu, di deket mas-mas yang jaga pintu biar gampang kalo mau nanya-nanya. Sepanjang perjalanan, saya ngeliatin pemandangan gedung-gedung pencakar langit di luar. Benar-benar berasa anak desa yang baru pertamakali ke ibukota. Di sinilah saya baru sadar, ternyata kalau naik mobil pribadi saya jarang nengok kanan-kiri :p
Tidak berapa lama kemudian, sampailah saya di halte Monas. Di kanan saya ada Monas, di kiri saya ada Museum Nasional. Mentari yang sedari tadi cukup menyengat, tergantikan hujan deras dan tentu saja saya tidak membawa payung -_- Ada ojek payung sih, tapi saya mikir-mikir dulu bisa ngga ya duit 10 ribu (beneran cuma segitu duit di dompet saya) dibagi untuk bayar ojek payung, tiket museum nasional, sama beli karcis busway buat pulang. Jelas nggalah ya.
Akhirnya saya nanya lokasi ATM BNI pada seorang bapak-bapak berwajah galak yang sedang menunggu hujan. Ketika ada ojek payung, dia malah menawarkan untuk barengan aja karena lokasi ATM berdekatan dengan kantornya di Gedung Mahkamah Konstitusi. Agak takut awalnya (inget harus hati-hati sama orang asing), tapi karena wajah beliau galak, saya malah jadi takut nolak. Untung ternyata orangnya benar-benar baik. Beliau bercerita bahwa adiknya dulu kuliah di ITB dan dia sendiri kuliah di FH-UI angkatan dua puluh tahun yang lalu.
Ternyata lokasi ATM berada di gedung Dephub yang terletak sebelum gedung MK. Saya disuruh ngebawa si payung dan dia sendiri berlari menembus hujan ke gedung MK. Aduh, terimakasih banyak ya bapak :) Akhirnya, tersisalah saya dengan anak kecil pengojek payung. Namanya Olivia (namanya keren ya), sekarang kelas 2 SMP dan sedang nyambi ngojekin payung karena sedang liburan. Huhu, jadi terharu. Tadinya saya mau ajakin dia ke Museum Nasional karena dia ternyata belum pernah ke sana. Tapi, ketika saya minta ia menunggu saya sebentar sementara saya masuk gedung Dephub untuk nyari sang ATM, ternyata dia sudah menghilang.
Akhirnya, saya ke Museum Nasional sendirian (oh iya, dari awal kan memang sendirian). Tiketnya 5000 perak saja. Duluuuuu saya pernah ke museum yang juga sering disebut museum Gajah ini (karena ada patung gajah di halaman depannya) bersama keluarga saya. Yah, pokoknya waktu saya masih piyik dan yang saya ingat hanya koleksi perhiasan-perhiasan emasnya yang cantik-cantik (dasar cewek).
Hari itu, museum dipenuhi oleh bocah-bocah bau matahari. Ramai. Museum Nasional dibagi menjadi dua, gedung lama dan gedung baru. Tapi pas saya tengok, gedung baru (yang cukup mewah dengan lantai marmer, tangga-tangga eskalator dan parkir basement) ternyata masih lengang, belum diisi dengan benda-benda koleksi apapun. Sementara gedung lama menempati sebuah gedung gaya kompeni dengan langit-langit tinggi, pintu-pintu besar, dan halaman yang luas dan asri.
Di halaman tersebut dipajang berbagai patung (entah patung asli atau replika) seperti di candi-candi. Ruangan pertama yang saya masuki adalah ruang etnografi tempat dipajang berbagai koleksi kebudayaan Indonesia dari Aceh hingga Papua. Ada koleksi kain, alat musik, perhiasan, senjata, dan lain-lain. Di bagian Jawa Tengah malah ada koleksi ranjang tempat tidur. Katanya menggambarkan kamar persembahan untuk Dewi Sri. Sementara di bagian Indonesia Timur, saya menemukan banyak patung-patung yang melambangkan nenek moyang dan ajimat-ajimat.
Selain ruang etnografi, ada pula ruang keramik tempat menyimpan berbagai keramik peninggalan dinasti Cina yang karam di lautan Indonesia. Ruangan ini agak kurang terawat menurut saya, berdebu dan kusam. Ada pula ruang koleksi kain-kain nusantara dengan corak unik berwarna-warni, tapi koleksinya tidak terlalu banyak. Satu ruang lagi yang saya kunjungi adalah ruang khasanah. Rupanya di sinilah tempat koleksi perhiasan-perhiasan dari berbagai daerah yang dulu pernah saya lihat. Datang ke sini rasanya seperti ke toko emas. Hehe.
Ah, tapi rasanya memang kurang asik kalau ke museum tanpa temen. Ga ada temen buat berbagi komentar soalnya :(
Setelah kurang lebih satu jam muter-muter sampai pegel, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke rumah mbah saya di daerah Bendungan Hilir. Dasar disorientasi, saya sempat nyasar-nyasar dulu di sekitar Atmajaya (ternyata Bendungan Hilir ada di sebrangnya toh). Dan karena ngga nemu angkot, saya jalan kaki dari sana sampai rumah mbah. PEGEL PISAN, mana LAPAR pula. Untuk melampiaskan kelelahan, saya mengamuk (makan dengan rakus) di restoran Padang deket rumah mbah.
Jam 6 saya balik lagi ke Bandung naik travel. Dan saya bertemu lagi dengan mbak-mbak karyawati yang tadi pagi juga satu travel sama saya. Ngobrol-ngobrolah saya dengan dia. Beruntungnya, karena dia tahu saya ngga punya pulsa, dia menawarkan untuk mengisikan pulsa lewat suaminya. Pas saya mau bayar, eh dia malah ga mau nerima. Aduh, jadi enak-enak ngga enak deh :">
Akhirnya saya tiba kembali deh di kosan saya yang rapih dan wangi (fakta) dengan utuh sekitar pukul 9 malam. Alhamdulillah.
Moral jalan-jalan random kali ini:
Jangan malu bertanya di jalan. Ga ada salahnya sok kenal sok dekat dengan orang-orang tidak dikenal di sekitar kita. Di dunia ini masih banyak orang baik kok :)
Biar kedatangan saya ke Jakarta ngga 100% sia-sia, akhirnya secara spontan saya memutuskan untuk jalan-jalan dulu. Jadilah saya naik busway dari Karet, menuju arah Kota. Tujuannya, saya pengen ke daerah Monas. Hehe.
Sekedar informasi, ini pertamakalinya saya naik busway sendirian. Terakhir (dan sekali-kalinya saya naik busway) adalah dua tahun yang lalu bersama sepupu-sepupu saya. Ya udahlah yaa, saya cukup pakai prinsip "malu bertanya sesat di jalan".
Seperti yang saya bayangkan, di busway pasti desek-desekan dan ga kebagian tempat duduk. Apalagi saat itu jam makan siang, bus-nya penuh dengan orang-orang kantoran. Yang penting ga kena macet sih :) Akhirnya saya gelantungan aja di deket pintu, di deket mas-mas yang jaga pintu biar gampang kalo mau nanya-nanya. Sepanjang perjalanan, saya ngeliatin pemandangan gedung-gedung pencakar langit di luar. Benar-benar berasa anak desa yang baru pertamakali ke ibukota. Di sinilah saya baru sadar, ternyata kalau naik mobil pribadi saya jarang nengok kanan-kiri :p
Tidak berapa lama kemudian, sampailah saya di halte Monas. Di kanan saya ada Monas, di kiri saya ada Museum Nasional. Mentari yang sedari tadi cukup menyengat, tergantikan hujan deras dan tentu saja saya tidak membawa payung -_- Ada ojek payung sih, tapi saya mikir-mikir dulu bisa ngga ya duit 10 ribu (beneran cuma segitu duit di dompet saya) dibagi untuk bayar ojek payung, tiket museum nasional, sama beli karcis busway buat pulang. Jelas nggalah ya.
Akhirnya saya nanya lokasi ATM BNI pada seorang bapak-bapak berwajah galak yang sedang menunggu hujan. Ketika ada ojek payung, dia malah menawarkan untuk barengan aja karena lokasi ATM berdekatan dengan kantornya di Gedung Mahkamah Konstitusi. Agak takut awalnya (inget harus hati-hati sama orang asing), tapi karena wajah beliau galak, saya malah jadi takut nolak. Untung ternyata orangnya benar-benar baik. Beliau bercerita bahwa adiknya dulu kuliah di ITB dan dia sendiri kuliah di FH-UI angkatan dua puluh tahun yang lalu.
Ternyata lokasi ATM berada di gedung Dephub yang terletak sebelum gedung MK. Saya disuruh ngebawa si payung dan dia sendiri berlari menembus hujan ke gedung MK. Aduh, terimakasih banyak ya bapak :) Akhirnya, tersisalah saya dengan anak kecil pengojek payung. Namanya Olivia (namanya keren ya), sekarang kelas 2 SMP dan sedang nyambi ngojekin payung karena sedang liburan. Huhu, jadi terharu. Tadinya saya mau ajakin dia ke Museum Nasional karena dia ternyata belum pernah ke sana. Tapi, ketika saya minta ia menunggu saya sebentar sementara saya masuk gedung Dephub untuk nyari sang ATM, ternyata dia sudah menghilang.
Akhirnya, saya ke Museum Nasional sendirian (oh iya, dari awal kan memang sendirian). Tiketnya 5000 perak saja. Duluuuuu saya pernah ke museum yang juga sering disebut museum Gajah ini (karena ada patung gajah di halaman depannya) bersama keluarga saya. Yah, pokoknya waktu saya masih piyik dan yang saya ingat hanya koleksi perhiasan-perhiasan emasnya yang cantik-cantik (dasar cewek).
Hari itu, museum dipenuhi oleh bocah-bocah bau matahari. Ramai. Museum Nasional dibagi menjadi dua, gedung lama dan gedung baru. Tapi pas saya tengok, gedung baru (yang cukup mewah dengan lantai marmer, tangga-tangga eskalator dan parkir basement) ternyata masih lengang, belum diisi dengan benda-benda koleksi apapun. Sementara gedung lama menempati sebuah gedung gaya kompeni dengan langit-langit tinggi, pintu-pintu besar, dan halaman yang luas dan asri.
Di halaman tersebut dipajang berbagai patung (entah patung asli atau replika) seperti di candi-candi. Ruangan pertama yang saya masuki adalah ruang etnografi tempat dipajang berbagai koleksi kebudayaan Indonesia dari Aceh hingga Papua. Ada koleksi kain, alat musik, perhiasan, senjata, dan lain-lain. Di bagian Jawa Tengah malah ada koleksi ranjang tempat tidur. Katanya menggambarkan kamar persembahan untuk Dewi Sri. Sementara di bagian Indonesia Timur, saya menemukan banyak patung-patung yang melambangkan nenek moyang dan ajimat-ajimat.
Selain ruang etnografi, ada pula ruang keramik tempat menyimpan berbagai keramik peninggalan dinasti Cina yang karam di lautan Indonesia. Ruangan ini agak kurang terawat menurut saya, berdebu dan kusam. Ada pula ruang koleksi kain-kain nusantara dengan corak unik berwarna-warni, tapi koleksinya tidak terlalu banyak. Satu ruang lagi yang saya kunjungi adalah ruang khasanah. Rupanya di sinilah tempat koleksi perhiasan-perhiasan dari berbagai daerah yang dulu pernah saya lihat. Datang ke sini rasanya seperti ke toko emas. Hehe.
Ah, tapi rasanya memang kurang asik kalau ke museum tanpa temen. Ga ada temen buat berbagi komentar soalnya :(
Setelah kurang lebih satu jam muter-muter sampai pegel, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke rumah mbah saya di daerah Bendungan Hilir. Dasar disorientasi, saya sempat nyasar-nyasar dulu di sekitar Atmajaya (ternyata Bendungan Hilir ada di sebrangnya toh). Dan karena ngga nemu angkot, saya jalan kaki dari sana sampai rumah mbah. PEGEL PISAN, mana LAPAR pula. Untuk melampiaskan kelelahan, saya mengamuk (makan dengan rakus) di restoran Padang deket rumah mbah.
Jam 6 saya balik lagi ke Bandung naik travel. Dan saya bertemu lagi dengan mbak-mbak karyawati yang tadi pagi juga satu travel sama saya. Ngobrol-ngobrolah saya dengan dia. Beruntungnya, karena dia tahu saya ngga punya pulsa, dia menawarkan untuk mengisikan pulsa lewat suaminya. Pas saya mau bayar, eh dia malah ga mau nerima. Aduh, jadi enak-enak ngga enak deh :">
Akhirnya saya tiba kembali deh di kosan saya yang rapih dan wangi (fakta) dengan utuh sekitar pukul 9 malam. Alhamdulillah.
Moral jalan-jalan random kali ini:
Jangan malu bertanya di jalan. Ga ada salahnya sok kenal sok dekat dengan orang-orang tidak dikenal di sekitar kita. Di dunia ini masih banyak orang baik kok :)
Selasa, 06 Juli 2010
Senin, 05 Juli 2010
Cerita Masa Lalu #Part 1
Bosan mengerjakan TA.......
Oke, mari kita flash back saja ke zaman SD!
Saya masih ingat pertamakali saya masuk SD--tidak seperti lazimnya anak-anak lain--saya berangkat sekolah tanpa diantar ibu (latihan mandiri ceritanya). Saya berangkat berdua dengan sahabat masa kecil saya yang juga tidak diantar ibunya, Adis. Nyampai sekolah, ternyata kita salah masuk kelas. Harusnya kita berdua ditempatkan di kelas B, tapi kita asal nyelonong aja duduk di kelas A. Hehe, mendinglah nyasarnya ga parah-parah amat.
Begitulah, di SD saya punya dua sahabat dekat. Selain Adis, ada Marini. Yang lain juga deket sih, tapi memang lebih spesial dengan dua orang ini. Alasan terbesarnya mungkin karena rumah kita berada dalam satu rute. Dari rumah saya yang paling jauh, menuju rumah Adis, lalu ke rumah Marini... baru deh jalan kaki bertiga ke sekolah. Begitu selama enam tahun (mungkin ini salah satu alasan mengapa saya suka jalan kaki, udah terbiasa dari kecil toh). Dan biasanya, hari Jum'at pulang sekolah, kita menjadikan rumah Marini sebagai markas dan kita sok-sokan "ngeband" di sana (faktanya sih nyanyi2 sambil gonjreng-gonjreng botol plastik-> favorit kita waktu itu Sheila on 7 dan Sherina).
Salah satu yang paling saya kenang adalah rintangan yang harus selalu saya hadapi dalam perjalanan menuju sekolah: dua ekor makhluk carnivora berjenis anjing. Yang satu warna putih-hitam, yang satu lagi berwarna cokelat terang. Dua-duanya galak, hobi menggonggongi siapapun yang lewat, dan terindikasi mengidap rabies (dan terbukti setelah teman adik saya digigit). Dan sialnya, si pemilik anjing tersebut sering kali tidak merantai dua ekor makhluk bertaring itu. Kalaupun dirantai, rantainya juga panjang (masih bisa menjangkau ujung jalan). Sial, sial. Untung senahas-nahasnya saya, paling cuma pernah sekali sepatu saya digigit (ga nancep ke kulit tapinya). Kalau digonggongin sih udah biasa (walau saya tidak pernah terbiasa, bahkan sampai sekarang pun saya takut banget sama anjing).
Saya dan Adis terpaksa harus memilih rute yang lebih jauh kalau mau terhindar dari serangan anjing. Atau ada satu alternatif lagi: memotong jalan lewat kuburan keramat! Sampai detik ini saya masih ga tau sih itu bener-bener kuburan apa ngga, tapi memang tempatnya sangat sangat horor (sampai saya ngga berani deskripsiin di sini). Kalau kita berdua memilih jalur itu, kita pasti langsung komat-kamit ga keruan baca surat-surat Al-Qur'an.
Oh iya, kadang-kadang saya dan teman-teman juga naik sepeda ke sekolah lho. Sepeda pertama saya merk-nya wim cycle warna ungu, di iklan tv-nya anak-anak kecil bermain sepeda wim cycle dengan anjing dalmantion (mengapa harus anjing? kenapa ngga binatang yang lebih jinak aja?). Dan sore-sorenya, saya sama anak-anak komplek suka balap-balapan sepeda atau ber-sepatu roda (sepatu roda saya warnanya kuning, gaul abis). Tapi sejak kakak saya pernah jatuh sampai lututnya retak akibat sepatu roda, saya dan adik saya jadi dilarang main sepatu roda. Ganti aliran deh jadi main enggrang (dulu kakek saya yang buatin dari bambu).
Kalau untuk permainan sih standarlah. Kalo lagi di rumah, main masak-masakan, nikah-nikahan (beli cincinnya di tukang mainan), rumah-rumahan.. pokoknya segala permainan meniru orang dewasa itulah. Kalau di sekolah tentu lebih aktif lagi: petak umpet, petak jongkok, bentengan, lompat tali, engklek, kasti, pokoknya yang menguras energi deh. Heran, anak kecil memang ngga ada capeknya. Kadang saya juga main di got lho buat (sok-sokan) nangkep ikan. Pake lidi yang dililit benang. Wajar dulu saya budukan. Hahaha. Memang, ga ada noda ga belajar :)
Dan waktu SD, saya terhitung salah satu yang paling tinggi di kelas. Ternyata memang pertumbuhan saya pesatnya waktu zaman SD doang, soalnya setelah lulus SD paling cuma nambah sekitar 5-6 cm aja. Beratnya juga ga terlalu beda banget. Baju SD saya saja masih muat sampai sekarang lho. Makanya bapak saya dulu punya hobi menyuruh teman-temannya nebak saya kelas berapa kalo ketemu di kondangan (hebatnya, saya pernah dikira anak SMA waktu kelas 5 SD). Penampilan sih cupulah. Kurus, item, bau matahari. Udah gitu rambut saya kan dulu panjang bangeettt sampai sepaha. Makanya, dulu saya sering diejek-ejek kuntilanak, grandong, mak lampir lalala. Kalau dipikir, ejekan anak SD itu jahat sekali ya. Kadang suka ejek-ejekan nama orangtua pula -_-
Dan dulu, ada satu momen yang selalu saya tunggu: saat mengundi tempat duduk! Soalnya dulu saya pernah naksir teman sekelas saya dan saya selalu ngarep duduk di sebelahnya. Sayang oh disayang, paling banter saya cuma pernah kebagian tempat duduk di depannya persis (lumayan sih, setidaknya bisa ngobrol-ngobrol :p). Waktu itu, lebih dari setengah populasi cewek di kelas naksir sama cowok itu. Emang ganteng sih orangnya.. dingin-dingin gitu pula :">
Selain asik bermain, begini-begini juga saya dulu anggota paduan suara dan ansambel musik. Ngga tau deh kenapa bisa masuk tim, padahal suara saya kan sering fals... curiga dipilihnya emang random. Dan saya masih inget banget kostum paduan suara saya: Ijo muda motif polkadot putih. Plus bandana dengan warna dan motif yang sama. Manteb banget itu kostum. Tim kita ini pernah menang lomba sampai tahap kecamatan tapi terpukul di tahap kabupaten. Lumayan, karena ikut lomba-lomba begini kadang dapet privilege bolos sekolah. Hehe.
Kalau masalah pelajaran???
Seperti biasa, saya paling jago emang pelajaran yang hapal-hapalan. Paling ancur: pelajaran bahasa Sunda (dulu Cilegon masih masuk wilayah Jawa Barat, makanya masih kena pelajaran maut yang satu ini). Ga ngerti bung! Sampai detik ini udah tinggal di ranah Sunda pun tetep aja ga bisa bahasa Sunda :D
Tapi bagaimanapun, masa SD adalah masa bermain yang sangat menyenangkan, ga banyak beban... Cita-cita pun masih ingin jadi dokter atau insinyur pertanian (gara-gara baca majalah Bobo).
Duh, kangennyaaaaa......
*sekian sepotong kisah dari zaman saya masih muda*
Oke, mari kita flash back saja ke zaman SD!
(saya memang sudah cupu sejak SD-->bangga)
Kurang-lebih sudah sembilan tahun sejak terakhir saya mengenakan rok merah. Dulu, SD saya terletak di dalam komplek perumahan di Cilegon, namanya SD IV YPWKS (ada empat SD lain yang berada di bawah yayasan warga KS, tapi paling keren memang SD saya ini --> sombong).Saya masih ingat pertamakali saya masuk SD--tidak seperti lazimnya anak-anak lain--saya berangkat sekolah tanpa diantar ibu (latihan mandiri ceritanya). Saya berangkat berdua dengan sahabat masa kecil saya yang juga tidak diantar ibunya, Adis. Nyampai sekolah, ternyata kita salah masuk kelas. Harusnya kita berdua ditempatkan di kelas B, tapi kita asal nyelonong aja duduk di kelas A. Hehe, mendinglah nyasarnya ga parah-parah amat.
Begitulah, di SD saya punya dua sahabat dekat. Selain Adis, ada Marini. Yang lain juga deket sih, tapi memang lebih spesial dengan dua orang ini. Alasan terbesarnya mungkin karena rumah kita berada dalam satu rute. Dari rumah saya yang paling jauh, menuju rumah Adis, lalu ke rumah Marini... baru deh jalan kaki bertiga ke sekolah. Begitu selama enam tahun (mungkin ini salah satu alasan mengapa saya suka jalan kaki, udah terbiasa dari kecil toh). Dan biasanya, hari Jum'at pulang sekolah, kita menjadikan rumah Marini sebagai markas dan kita sok-sokan "ngeband" di sana (faktanya sih nyanyi2 sambil gonjreng-gonjreng botol plastik-> favorit kita waktu itu Sheila on 7 dan Sherina).
Salah satu yang paling saya kenang adalah rintangan yang harus selalu saya hadapi dalam perjalanan menuju sekolah: dua ekor makhluk carnivora berjenis anjing. Yang satu warna putih-hitam, yang satu lagi berwarna cokelat terang. Dua-duanya galak, hobi menggonggongi siapapun yang lewat, dan terindikasi mengidap rabies (dan terbukti setelah teman adik saya digigit). Dan sialnya, si pemilik anjing tersebut sering kali tidak merantai dua ekor makhluk bertaring itu. Kalaupun dirantai, rantainya juga panjang (masih bisa menjangkau ujung jalan). Sial, sial. Untung senahas-nahasnya saya, paling cuma pernah sekali sepatu saya digigit (ga nancep ke kulit tapinya). Kalau digonggongin sih udah biasa (walau saya tidak pernah terbiasa, bahkan sampai sekarang pun saya takut banget sama anjing).
Saya dan Adis terpaksa harus memilih rute yang lebih jauh kalau mau terhindar dari serangan anjing. Atau ada satu alternatif lagi: memotong jalan lewat kuburan keramat! Sampai detik ini saya masih ga tau sih itu bener-bener kuburan apa ngga, tapi memang tempatnya sangat sangat horor (sampai saya ngga berani deskripsiin di sini). Kalau kita berdua memilih jalur itu, kita pasti langsung komat-kamit ga keruan baca surat-surat Al-Qur'an.
Oh iya, kadang-kadang saya dan teman-teman juga naik sepeda ke sekolah lho. Sepeda pertama saya merk-nya wim cycle warna ungu, di iklan tv-nya anak-anak kecil bermain sepeda wim cycle dengan anjing dalmantion (mengapa harus anjing? kenapa ngga binatang yang lebih jinak aja?). Dan sore-sorenya, saya sama anak-anak komplek suka balap-balapan sepeda atau ber-sepatu roda (sepatu roda saya warnanya kuning, gaul abis). Tapi sejak kakak saya pernah jatuh sampai lututnya retak akibat sepatu roda, saya dan adik saya jadi dilarang main sepatu roda. Ganti aliran deh jadi main enggrang (dulu kakek saya yang buatin dari bambu).
Kalau untuk permainan sih standarlah. Kalo lagi di rumah, main masak-masakan, nikah-nikahan (beli cincinnya di tukang mainan), rumah-rumahan.. pokoknya segala permainan meniru orang dewasa itulah. Kalau di sekolah tentu lebih aktif lagi: petak umpet, petak jongkok, bentengan, lompat tali, engklek, kasti, pokoknya yang menguras energi deh. Heran, anak kecil memang ngga ada capeknya. Kadang saya juga main di got lho buat (sok-sokan) nangkep ikan. Pake lidi yang dililit benang. Wajar dulu saya budukan. Hahaha. Memang, ga ada noda ga belajar :)
Dan waktu SD, saya terhitung salah satu yang paling tinggi di kelas. Ternyata memang pertumbuhan saya pesatnya waktu zaman SD doang, soalnya setelah lulus SD paling cuma nambah sekitar 5-6 cm aja. Beratnya juga ga terlalu beda banget. Baju SD saya saja masih muat sampai sekarang lho. Makanya bapak saya dulu punya hobi menyuruh teman-temannya nebak saya kelas berapa kalo ketemu di kondangan (hebatnya, saya pernah dikira anak SMA waktu kelas 5 SD). Penampilan sih cupulah. Kurus, item, bau matahari. Udah gitu rambut saya kan dulu panjang bangeettt sampai sepaha. Makanya, dulu saya sering diejek-ejek kuntilanak, grandong, mak lampir lalala. Kalau dipikir, ejekan anak SD itu jahat sekali ya. Kadang suka ejek-ejekan nama orangtua pula -_-
Dan dulu, ada satu momen yang selalu saya tunggu: saat mengundi tempat duduk! Soalnya dulu saya pernah naksir teman sekelas saya dan saya selalu ngarep duduk di sebelahnya. Sayang oh disayang, paling banter saya cuma pernah kebagian tempat duduk di depannya persis (lumayan sih, setidaknya bisa ngobrol-ngobrol :p). Waktu itu, lebih dari setengah populasi cewek di kelas naksir sama cowok itu. Emang ganteng sih orangnya.. dingin-dingin gitu pula :">
Selain asik bermain, begini-begini juga saya dulu anggota paduan suara dan ansambel musik. Ngga tau deh kenapa bisa masuk tim, padahal suara saya kan sering fals... curiga dipilihnya emang random. Dan saya masih inget banget kostum paduan suara saya: Ijo muda motif polkadot putih. Plus bandana dengan warna dan motif yang sama. Manteb banget itu kostum. Tim kita ini pernah menang lomba sampai tahap kecamatan tapi terpukul di tahap kabupaten. Lumayan, karena ikut lomba-lomba begini kadang dapet privilege bolos sekolah. Hehe.
Kalau masalah pelajaran???
Seperti biasa, saya paling jago emang pelajaran yang hapal-hapalan. Paling ancur: pelajaran bahasa Sunda (dulu Cilegon masih masuk wilayah Jawa Barat, makanya masih kena pelajaran maut yang satu ini). Ga ngerti bung! Sampai detik ini udah tinggal di ranah Sunda pun tetep aja ga bisa bahasa Sunda :D
Tapi bagaimanapun, masa SD adalah masa bermain yang sangat menyenangkan, ga banyak beban... Cita-cita pun masih ingin jadi dokter atau insinyur pertanian (gara-gara baca majalah Bobo).
Duh, kangennyaaaaa......
*sekian sepotong kisah dari zaman saya masih muda*
Label:
cerita
Langganan:
Postingan (Atom)