Kemarin Subuh, saya pergi ke Jakarta (naik travel) untuk interview kerja dengan sebuah bank swasta nasional. Nyampe Jakarta, saya mampir dulu ke rumah mbah saya lalu cabut ke Sudirman sekitar jam 10an. Dan ternyata wawancaranya berlangsung tidak sesuai harapan. Bidang yang ditawarkan berbeda dengan yang saya inginkan, jadi saya mengundurkan diri deh :p (daripada ga sesuai kata hati)
Biar kedatangan saya ke Jakarta ngga 100% sia-sia, akhirnya secara spontan saya memutuskan untuk jalan-jalan dulu. Jadilah saya naik busway dari Karet, menuju arah Kota. Tujuannya, saya pengen ke daerah Monas. Hehe.
Sekedar informasi, ini pertamakalinya saya naik busway sendirian. Terakhir (dan sekali-kalinya saya naik busway) adalah dua tahun yang lalu bersama sepupu-sepupu saya. Ya udahlah yaa, saya cukup pakai prinsip "malu bertanya sesat di jalan".
Seperti yang saya bayangkan, di busway pasti desek-desekan dan ga kebagian tempat duduk. Apalagi saat itu jam makan siang, bus-nya penuh dengan orang-orang kantoran. Yang penting ga kena macet sih :) Akhirnya saya gelantungan aja di deket pintu, di deket mas-mas yang jaga pintu biar gampang kalo mau nanya-nanya. Sepanjang perjalanan, saya ngeliatin pemandangan gedung-gedung pencakar langit di luar. Benar-benar berasa anak desa yang baru pertamakali ke ibukota. Di sinilah saya baru sadar, ternyata kalau naik mobil pribadi saya jarang nengok kanan-kiri :p
Tidak berapa lama kemudian, sampailah saya di halte Monas. Di kanan saya ada Monas, di kiri saya ada Museum Nasional. Mentari yang sedari tadi cukup menyengat, tergantikan hujan deras dan tentu saja saya tidak membawa payung -_- Ada ojek payung sih, tapi saya mikir-mikir dulu bisa ngga ya duit 10 ribu (beneran cuma segitu duit di dompet saya) dibagi untuk bayar ojek payung, tiket museum nasional, sama beli karcis busway buat pulang. Jelas nggalah ya.
Akhirnya saya nanya lokasi ATM BNI pada seorang bapak-bapak berwajah galak yang sedang menunggu hujan. Ketika ada ojek payung, dia malah menawarkan untuk barengan aja karena lokasi ATM berdekatan dengan kantornya di Gedung Mahkamah Konstitusi. Agak takut awalnya (inget harus hati-hati sama orang asing), tapi karena wajah beliau galak, saya malah jadi takut nolak. Untung ternyata orangnya benar-benar baik. Beliau bercerita bahwa adiknya dulu kuliah di ITB dan dia sendiri kuliah di FH-UI angkatan dua puluh tahun yang lalu.
Ternyata lokasi ATM berada di gedung Dephub yang terletak sebelum gedung MK. Saya disuruh ngebawa si payung dan dia sendiri berlari menembus hujan ke gedung MK. Aduh, terimakasih banyak ya bapak :) Akhirnya, tersisalah saya dengan anak kecil pengojek payung. Namanya Olivia (namanya keren ya), sekarang kelas 2 SMP dan sedang nyambi ngojekin payung karena sedang liburan. Huhu, jadi terharu. Tadinya saya mau ajakin dia ke Museum Nasional karena dia ternyata belum pernah ke sana. Tapi, ketika saya minta ia menunggu saya sebentar sementara saya masuk gedung Dephub untuk nyari sang ATM, ternyata dia sudah menghilang.
Akhirnya, saya ke Museum Nasional sendirian (oh iya, dari awal kan memang sendirian). Tiketnya 5000 perak saja. Duluuuuu saya pernah ke museum yang juga sering disebut museum Gajah ini (karena ada patung gajah di halaman depannya) bersama keluarga saya. Yah, pokoknya waktu saya masih piyik dan yang saya ingat hanya koleksi perhiasan-perhiasan emasnya yang cantik-cantik (dasar cewek).
Hari itu, museum dipenuhi oleh bocah-bocah bau matahari. Ramai. Museum Nasional dibagi menjadi dua, gedung lama dan gedung baru. Tapi pas saya tengok, gedung baru (yang cukup mewah dengan lantai marmer, tangga-tangga eskalator dan parkir basement) ternyata masih lengang, belum diisi dengan benda-benda koleksi apapun. Sementara gedung lama menempati sebuah gedung gaya kompeni dengan langit-langit tinggi, pintu-pintu besar, dan halaman yang luas dan asri.
Di halaman tersebut dipajang berbagai patung (entah patung asli atau replika) seperti di candi-candi. Ruangan pertama yang saya masuki adalah ruang etnografi tempat dipajang berbagai koleksi kebudayaan Indonesia dari Aceh hingga Papua. Ada koleksi kain, alat musik, perhiasan, senjata, dan lain-lain. Di bagian Jawa Tengah malah ada koleksi ranjang tempat tidur. Katanya menggambarkan kamar persembahan untuk Dewi Sri. Sementara di bagian Indonesia Timur, saya menemukan banyak patung-patung yang melambangkan nenek moyang dan ajimat-ajimat.
Selain ruang etnografi, ada pula ruang keramik tempat menyimpan berbagai keramik peninggalan dinasti Cina yang karam di lautan Indonesia. Ruangan ini agak kurang terawat menurut saya, berdebu dan kusam. Ada pula ruang koleksi kain-kain nusantara dengan corak unik berwarna-warni, tapi koleksinya tidak terlalu banyak. Satu ruang lagi yang saya kunjungi adalah ruang khasanah. Rupanya di sinilah tempat koleksi perhiasan-perhiasan dari berbagai daerah yang dulu pernah saya lihat. Datang ke sini rasanya seperti ke toko emas. Hehe.
Ah, tapi rasanya memang kurang asik kalau ke museum tanpa temen. Ga ada temen buat berbagi komentar soalnya :(
Setelah kurang lebih satu jam muter-muter sampai pegel, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke rumah mbah saya di daerah Bendungan Hilir. Dasar disorientasi, saya sempat nyasar-nyasar dulu di sekitar Atmajaya (ternyata Bendungan Hilir ada di sebrangnya toh). Dan karena ngga nemu angkot, saya jalan kaki dari sana sampai rumah mbah. PEGEL PISAN, mana LAPAR pula. Untuk melampiaskan kelelahan, saya mengamuk (makan dengan rakus) di restoran Padang deket rumah mbah.
Jam 6 saya balik lagi ke Bandung naik travel. Dan saya bertemu lagi dengan mbak-mbak karyawati yang tadi pagi juga satu travel sama saya. Ngobrol-ngobrolah saya dengan dia. Beruntungnya, karena dia tahu saya ngga punya pulsa, dia menawarkan untuk mengisikan pulsa lewat suaminya. Pas saya mau bayar, eh dia malah ga mau nerima. Aduh, jadi enak-enak ngga enak deh :">
Akhirnya saya tiba kembali deh di kosan saya yang rapih dan wangi (fakta) dengan utuh sekitar pukul 9 malam. Alhamdulillah.
Moral jalan-jalan random kali ini:
Jangan malu bertanya di jalan. Ga ada salahnya sok kenal sok dekat dengan orang-orang tidak dikenal di sekitar kita. Di dunia ini masih banyak orang baik kok :)
Biar kedatangan saya ke Jakarta ngga 100% sia-sia, akhirnya secara spontan saya memutuskan untuk jalan-jalan dulu. Jadilah saya naik busway dari Karet, menuju arah Kota. Tujuannya, saya pengen ke daerah Monas. Hehe.
Sekedar informasi, ini pertamakalinya saya naik busway sendirian. Terakhir (dan sekali-kalinya saya naik busway) adalah dua tahun yang lalu bersama sepupu-sepupu saya. Ya udahlah yaa, saya cukup pakai prinsip "malu bertanya sesat di jalan".
Seperti yang saya bayangkan, di busway pasti desek-desekan dan ga kebagian tempat duduk. Apalagi saat itu jam makan siang, bus-nya penuh dengan orang-orang kantoran. Yang penting ga kena macet sih :) Akhirnya saya gelantungan aja di deket pintu, di deket mas-mas yang jaga pintu biar gampang kalo mau nanya-nanya. Sepanjang perjalanan, saya ngeliatin pemandangan gedung-gedung pencakar langit di luar. Benar-benar berasa anak desa yang baru pertamakali ke ibukota. Di sinilah saya baru sadar, ternyata kalau naik mobil pribadi saya jarang nengok kanan-kiri :p
Tidak berapa lama kemudian, sampailah saya di halte Monas. Di kanan saya ada Monas, di kiri saya ada Museum Nasional. Mentari yang sedari tadi cukup menyengat, tergantikan hujan deras dan tentu saja saya tidak membawa payung -_- Ada ojek payung sih, tapi saya mikir-mikir dulu bisa ngga ya duit 10 ribu (beneran cuma segitu duit di dompet saya) dibagi untuk bayar ojek payung, tiket museum nasional, sama beli karcis busway buat pulang. Jelas nggalah ya.
Akhirnya saya nanya lokasi ATM BNI pada seorang bapak-bapak berwajah galak yang sedang menunggu hujan. Ketika ada ojek payung, dia malah menawarkan untuk barengan aja karena lokasi ATM berdekatan dengan kantornya di Gedung Mahkamah Konstitusi. Agak takut awalnya (inget harus hati-hati sama orang asing), tapi karena wajah beliau galak, saya malah jadi takut nolak. Untung ternyata orangnya benar-benar baik. Beliau bercerita bahwa adiknya dulu kuliah di ITB dan dia sendiri kuliah di FH-UI angkatan dua puluh tahun yang lalu.
Ternyata lokasi ATM berada di gedung Dephub yang terletak sebelum gedung MK. Saya disuruh ngebawa si payung dan dia sendiri berlari menembus hujan ke gedung MK. Aduh, terimakasih banyak ya bapak :) Akhirnya, tersisalah saya dengan anak kecil pengojek payung. Namanya Olivia (namanya keren ya), sekarang kelas 2 SMP dan sedang nyambi ngojekin payung karena sedang liburan. Huhu, jadi terharu. Tadinya saya mau ajakin dia ke Museum Nasional karena dia ternyata belum pernah ke sana. Tapi, ketika saya minta ia menunggu saya sebentar sementara saya masuk gedung Dephub untuk nyari sang ATM, ternyata dia sudah menghilang.
Akhirnya, saya ke Museum Nasional sendirian (oh iya, dari awal kan memang sendirian). Tiketnya 5000 perak saja. Duluuuuu saya pernah ke museum yang juga sering disebut museum Gajah ini (karena ada patung gajah di halaman depannya) bersama keluarga saya. Yah, pokoknya waktu saya masih piyik dan yang saya ingat hanya koleksi perhiasan-perhiasan emasnya yang cantik-cantik (dasar cewek).
Hari itu, museum dipenuhi oleh bocah-bocah bau matahari. Ramai. Museum Nasional dibagi menjadi dua, gedung lama dan gedung baru. Tapi pas saya tengok, gedung baru (yang cukup mewah dengan lantai marmer, tangga-tangga eskalator dan parkir basement) ternyata masih lengang, belum diisi dengan benda-benda koleksi apapun. Sementara gedung lama menempati sebuah gedung gaya kompeni dengan langit-langit tinggi, pintu-pintu besar, dan halaman yang luas dan asri.
Di halaman tersebut dipajang berbagai patung (entah patung asli atau replika) seperti di candi-candi. Ruangan pertama yang saya masuki adalah ruang etnografi tempat dipajang berbagai koleksi kebudayaan Indonesia dari Aceh hingga Papua. Ada koleksi kain, alat musik, perhiasan, senjata, dan lain-lain. Di bagian Jawa Tengah malah ada koleksi ranjang tempat tidur. Katanya menggambarkan kamar persembahan untuk Dewi Sri. Sementara di bagian Indonesia Timur, saya menemukan banyak patung-patung yang melambangkan nenek moyang dan ajimat-ajimat.
Selain ruang etnografi, ada pula ruang keramik tempat menyimpan berbagai keramik peninggalan dinasti Cina yang karam di lautan Indonesia. Ruangan ini agak kurang terawat menurut saya, berdebu dan kusam. Ada pula ruang koleksi kain-kain nusantara dengan corak unik berwarna-warni, tapi koleksinya tidak terlalu banyak. Satu ruang lagi yang saya kunjungi adalah ruang khasanah. Rupanya di sinilah tempat koleksi perhiasan-perhiasan dari berbagai daerah yang dulu pernah saya lihat. Datang ke sini rasanya seperti ke toko emas. Hehe.
Ah, tapi rasanya memang kurang asik kalau ke museum tanpa temen. Ga ada temen buat berbagi komentar soalnya :(
Setelah kurang lebih satu jam muter-muter sampai pegel, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke rumah mbah saya di daerah Bendungan Hilir. Dasar disorientasi, saya sempat nyasar-nyasar dulu di sekitar Atmajaya (ternyata Bendungan Hilir ada di sebrangnya toh). Dan karena ngga nemu angkot, saya jalan kaki dari sana sampai rumah mbah. PEGEL PISAN, mana LAPAR pula. Untuk melampiaskan kelelahan, saya mengamuk (makan dengan rakus) di restoran Padang deket rumah mbah.
Jam 6 saya balik lagi ke Bandung naik travel. Dan saya bertemu lagi dengan mbak-mbak karyawati yang tadi pagi juga satu travel sama saya. Ngobrol-ngobrolah saya dengan dia. Beruntungnya, karena dia tahu saya ngga punya pulsa, dia menawarkan untuk mengisikan pulsa lewat suaminya. Pas saya mau bayar, eh dia malah ga mau nerima. Aduh, jadi enak-enak ngga enak deh :">
Akhirnya saya tiba kembali deh di kosan saya yang rapih dan wangi (fakta) dengan utuh sekitar pukul 9 malam. Alhamdulillah.
Moral jalan-jalan random kali ini:
Jangan malu bertanya di jalan. Ga ada salahnya sok kenal sok dekat dengan orang-orang tidak dikenal di sekitar kita. Di dunia ini masih banyak orang baik kok :)
0 komentar:
Posting Komentar