Senin, 21 November 2011

Jadi K-Popper itu MAHAL

warning: don't like k-pop? don't read~

Oke, jadi gw baru menerima informasi kalo Super Show 4 udah confirm bakal diadain di Singapore tanggal 17 Februari tahun depan. Seneng? Banget. Tapi masalahnya, dompet menjerit-jerit bok.

Sebagai gambaran, berikut adalah fixed expense gw jaman SS3 awal tahun ini di negara yang sama:

Tiket konser: Rp 1,8 juta
Tiket pesawat: Rp 1,1 juta
Penginapan (apartemen) : Rp 500 ribu/dua malam

Sejujurnya, waktu itu aja gw ngerasa "Gila lo res, demi SJ lo bela-belain keluar duit segitu banyak?" Tapi gimana ya, gw saat itu memang sudah pasrah pada nafsu duniawi. Sekarang juga kelihatannya gw nyerah sih berhubung gw hanyalah manusia biasa *sangat tidak patut dicontoh*. Excuse gw: namanya juga hobi. Apalagi emang gw kan hobinya jalan-jalan juga, jadi sambil menyelam minum air jatuhnya (beneran).

Tapi overall, jadi k-popper itu memang mahal. Mau beli CD original? Minimal siapkan 150 ribu (padahal biasanya free download di internet). Mau nonton konser K-Pop di Indonesia? 500 ribu itu paling murah dan kursinya di pelosok-pelosok hall konser. DVD konser? minimal 500 ribu. Photobook? Yang hampir sejuta juga ada. Mau ngoleksi official goodies? Coba cek yesasia deh.
So far, gw cuma pernah nonton SS3 doang plus beli satu album originalnya SJ. Gw (sepertinya) belum se-hardcore itu sih.... iya kan?

Aaaaa kenapa sih gw harus terperangkap dalam dunia K-Pop ini? T_T

Minggu, 20 November 2011

Enigma

Begini, jadi setahu gw, kita sebagai manusia itu dilarang untuk menyombongkan diri karena pada dasarnya semua yang kita miliki saat ini hanyalah titipan Allah, baik harta tangible maupun harta intangible. Tidak ada harta yang sudah dipatenkan 100% menjadi milik kita. Dan seperti yang kita ketahui, Allah bisa dengan demikian mudahnya mengambil "harta" titipannya.

Salah satu 'harta' intangible mungkin adalah "kebaikan" yang pernah kita lakukan. Pernah ga sih lo ngerasa pengen banget nge-share suatu hal baik yang udah lo lakukan ke orang lain? Mungkin tujuannya adalah untuk menginspirasi dan mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan yang sama, tapi ngga munafik, kadang bisikan setan bisa begitu menggoda. Bisa saja walau awalnya niat kita untuk menginspirasi orang lain, tapi sedikit-sedikit ada rasa kebanggaan diri yang terselip. Dan bukankah kesombongan, meski seberat biji zarrah (atom) tetap tidak sepantasnya dibiarkan menginfiltrasi hati kita?

Tapi di lain pihak, dunia ini memang membutuhkan orang-orang yang menginspirasi. Jika orang-orang baik itu tidak bersedia berbagi cerita, bagaimana kita mau mencontoh kebaikan yang telah mereka lakukan? Bagaimana gw tahu di dunia ini ternyata ada orang-orang yang bersedia mengabdikan diri di daerah pedalaman kalau mereka tidak mempublikasikannya? Skenario paling bagus mungkin jika ada orang lain yang melihat atau merasakan kebaikan kita lalu menyebarkan kebaikan tersebut dan akhirnya menginspirasi orang lain tanpa kita perlu langsung bicara. Tapi tidak semuanya bisa berjalan dalam kondisi 'ideal' seperti itu kan?

Dan jangankan kebaikan yang dimanfaatkan 'sekedar' untuk kesombongan diri, jaman sekarang "kebaikan" banyak yang hanya kedok semata.

Saat ini, kita bisa melihat banyak sekali publikasi "kebaikan" yang dilakukan secara individual maupun kelompok. Sebagian mungkin memang benar tulus untuk menginspirasi dan mengajak, tapi sebagian lain mungkin punya agenda khusus seperti membentuk"image". Perusahaan-perusahaan besar dengan agenda CSR-nya pun mungkin tidak "setulus" itu ingin membantu masyarakat sekitarnya. Bisa saja kepentingan utama mereka adalah "image" yang baik di mata masyarakat yang tentunya akan bermanfaat untuk peluang bisnis ke depan.

Dulu pun gw rasa gw melakukan hal yang kurang-lebih sama waktu gw berada dalam business project sekolah gw. Sejak awal, hasil penjualan memang ditetapkan 100%-nya untuk disumbangkan. Dan gw memang memanfaatkan nama "charity" itu sebagai bahan promosi agar jualan laku sebanyak-banyaknya. In fact, gw sadar "charity" bukanlah tujuan utama gw. Profit, it is. Memang sih kelihatannya dalam bisnis, strategi ini tampak lumrah dan toh akhirnya 100% keuntungan memang untuk disumbangkan. But to be honest, it doesn't feel so right. Rasanya gw jadi seperti memanfaatkan faktor "kemiskinan" dan "rasa kasihan" untuk mengejar profit. Di mana ketulusan gw?

Contoh lainnya, tadi gw denger informasi mengenai sebuah acara charity yang dipublikasikan salah satu media elektronik nasional. Konon, acara yang di-arrange oleh para sosialita itu cuma palsu saja dengan memanfaatkan nama seorang bocah dengan penyakit berat yang tak memiliki uang untuk berobat. Kenyataannya, bocah tersebut tidak mendapatkan sepeser pun dana hasil charity. Prihatin rasanya. Padahal kalau dijalankan dengan benar dan tulus, event charity bisa menjadi suatu cara cepat mengumpulkan dana bagi mereka yang membutuhkan.

Dan mungkin masih banyak lagi yang memanfaatkan "kebaikan" untuk hal demikian. Kebanggaan diri, profit, kepentingan pribadi, kepentingan politis.

See? "Kebaikan" itu adalah suatu hal yang sangat sensitif sebenarnya.

Semua manusia pasti pada dasarnya ingin melakukan hal-hal yang baik. Ingin membuat orang lain senang, ingin bermanfaat untuk lingkungan sekitar, ingin menuruti perintah-perintah kebaikan yang diatur agamanya. Tapi sekali lagi, hati manusia memang rawan godaan. Dari rasa ingin menyombongkan diri hingga rasa ingin mengambil keuntungan atas nama "kebaikan". Mungkin lebih baik kita bungkam saja daripada akhirnya malah membelokan ketulusan kita. Entahlah. Cuma kita dan Pencipta kita yang tahu isi hati kita yang sesungguhnya sih. Dan sebenernya ga boleh juga berprasangka buruk dan menjudge ketulusan orang lain.

Sabtu, 19 November 2011

Super Show 4

*yang ga doyan K-Pop ga usah baca nanti eneg sendiri :p*

It's been almost a year and half I become a K-Pop fan. And almost a year since I attended my first and last K-Pop concert "Super Show 3" in Singapore. Dulu niatnya abis nonton Super Show 3 gw mau tobat, ngga se-'fangirly' itu lagi tapi apa daya hingga detik ini gw masih sesuka itu aja sama Super Junior. Abis gimana ya, di tengah rutinitas kantor yang kadang sangat membosankan, this Suju (and other K-Pop artists) thingy is really entertaining. Pokoknya bisa banget bikin cengar-cengir dan ketawa sendirian di depan komputer #kayakoranggila.

When I write this post, Super Junior is currently performing on Super Show 4 in Seoul. Dan gw cuma bisa 'nontonin' via timeline twitter gw. Cuma bisa sirik sama yang bisa nonton langsung di sana. Cuma bisa squealing over their recent pictures. Kyaaa kyaaa... gw langsung teringat kenangan nonton Super Show 3 lalu di mana gw berasa lagi di harem mwahaha. Ganteng-ganteng banget, seru banget, menarik banget. Aaaaaa... asli pengen nonton dan norak-norakan lagi. Apalagi kayaknya Super Show 4 ini lebih seru dari Super Show 3. Kyuhyun~ Hyukjae~ Donghae~ Sungmin~ Siwon~ Yesung~ Leeteuk~ Ryeowook~ Shindong~ I desperately want to meet you all again.

Oh I wish I have a jet on my backyard.

Tapi sekarang gw cuma bisa ngais-ngais ngumpulin duit buat nonton tour Super Show 4 di Asia Tenggara :')

Selasa, 08 November 2011

Interest

I always have a thing for culture. I mean, I really love watching culture programs on TV--NGC and BBC have lots of good programs. It always makes me wonder how is it to stay in a place that's completely different with my current residence. To observe people with different body features, language, mindset and also to adapt with foreign environment and customs.
Well, actually it doesn't mean we have to go abroad because fortunately Indonesia is heterogeneous country. Just cross the border line then you will instantly recognize the peculiarity by hearing their accent (for example, if you ride a train from Bandung to Jogja, you will find out that Sundanese and Javanese merchants spell "mizone" differently).
But we all know that human being is basically divided into groups of distinct physical and personal characteristics and they exclusively settle in different parts of Earth or get mingled with another group to make a new alliance. So never limit your journey inside your country if you want to learn more about diversity. Besides, though Indonesia is indeed a beautiful country, we should not forget that God has created a lot more beautiful spots out there.

So maybe one day I will find a job that's mainly related to culture or people's behaviors, then travel a lot, become a writer, and end up turning into a lecturer. I still don't know yet.