Sabtu, 24 September 2011

Destination

Apakah kamu pernah membayangkan bagaimana kamu di masa mendatang?

Katakanlah, 10 tahun lagi. Apakah kamu sudah merencanakan apa yang ingin kamu capai dalam rentang satu dasawarsa itu?

Waktu saya masih duduk di bangku kuliah, seorang kakak mentor di kampus pernah bertanya. Apa rencana saya? Dan saya katakan dengan setengah serius, setengah bercanda: “tidak ada rencana khusus, saya hidup seperti air yang mengalir”.

Beberapa hari kemudian, kakak itu menemui saya lagi dan berkata: “Air mengalir dari hulu ke hilir, dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Kamu mau hidup kamu terus turun ke tingkat yang lebih rendah?” Lalu saya terdiam. Menurut saya, semua itu hanya masalah sudut pandang saja. Filosofi. Apa salahnya menjadi air? Jika ia tak bersifat mengalir ke bawah, maka manusia di dataran rendah akan kehausan, dehidrasi, lalu mati. Ya kan?

Saya tak pernah memiliki rencana pasti, tak pernah menyusun langkah-langkah yang harus saya ambil di masa kini, masa menengah, hingga jauh ke depan sana. Saya hidup mengalir, mengikuti arus. Aliran itu kadang lambat, kadang deras. Kadang jernih, kadang keruh. Dan kadang saya harus mengambil pilihan ketika jalur hidup bercabang. Seperti itulah hidup saya. Menerima saja apa yang ada saat itu. Bahagia untuk hal yang menyenangkan, bersedih atau marah jika kenyataan tak sesuai harapan. Tidak ada tujuan khusus.

Hingga detik ini, saya tak tahu apakah cara seperti ini merupakan cara yang paling baik untuk hidup saya. Tapi kebetulan, saya memiliki beberapa teman yang memilih jalan hidup penuh perencanaan. Dan kebetulan lagi, mereka meniti tujuan yang sama, yaitu menjadi entrepreneur sukses (mereka sedang mendaki jalan menuju ke arah sana, tapi saya yakin mereka akan sukses. Amin)

Bukan hanya sekedar mengejar harta, point penting yang membuat saya kagum adalah keinginan mereka untuk berbagi dengan sesama. Logikanya, jika mereka bisa mendapatkan harta lebih maka semakin banyak pula yang bisa mereka sedekahkan untuk orang-orang yang membutuhkan. Mereka tidak melupakan urusan akhirat saat mengejar dunia. Dan bukankah seharusnya begitulah hidup yang ideal? Sukses di dunia, sukses di akhirat.

Saya iri pada mereka. Pada semangat mereka. Pada filosofi hidup mereka. Saya tahu bukannya jalan mereka selalu mulus. Malah mungkin jalur mereka lebih berliku-liku dan penuh hambatan dibandingkan kehidupan kantoran yang saya jalani saat ini. Mungkin ada juga yang memandang sebelah mata usaha mereka. Tapi saya melihat mereka adalah orang-orang yang sangat “hidup” meskipun mereka harus membanting tulang lebih dari orang lain.

Dan bukan, ini bukannya saya lantas ingin meniru mereka menjadi entrepreneur (keinginan itu selalu ada.. begini-begini juga dulu saya berkuliah di sekolah bisnis). Dan bukan juga saya mengatakan bahwa menjadi entrepreneur itu lebih baik. Tidak. Intinya saya merasa… apakah jika saya benar-benar tahu apa yang saya inginkan di masa mendatang, hidup saya akan lebih baik? Apakah saya akan menjadi lebih puas dengan kehidupan saya?

Mungkin kalau sekarang saya belum bisa menentukan persis detail tujuan hidup saya di masa mendatang. Tapi, jika saya boleh menuliskan gambaran besar kehidupan macam apa yang saya inginkan, mungkin akan menjadi satu kata ini:

“BERMANFAAT”


(Tulisan ini pernah saya post di tumblr, tapi karena saya kangen blogspot, saya memutuskan untuk memindahkannya ke sini)

0 komentar: