Kamis, 12 Agustus 2010

a cup of memories

Beberapa hari yang lalu, saya menemukan buku harian saya yang terselip di dalam lemari meja belajar kosan. Well, tadinya saya udah deg-degan karena mengira buku harian itu terbawa ke rumah saat saya pindah kosan. Mampuslah awak kalo sampai kebaca orang rumah.


Pertamakali saya menorehkan tinta di buku biru tersebut adalah di tahun 2004. Halaman satu isinya menjelaskan bahwa buku harian itu saya dapatkan dari sahabat-sahabat SMA saya sebagai hadiah ulangtahun. Selalu ada semacam kata-kata "dear diary" atau "halo diar" sebagai kata-kata pembuka di baris pertama sebelum saya mencurahkan isi hati. Tak banyak yang saya tulis sebenarnya; tidak sampai setengah buku. Dan tertanggal bulan Mei 2009 adalah kali terakhir saya menulis di buku itu. 


Setelah saya baca-baca kembali (sambil antara tertawa dan meringis), saya membuat kesimpulan secara garis besar mengenai diri saya:


1. Zaman SMA adalah masa di mana saya merasa sangat-sangat tidak percaya diri (terutama secara fisik). Beberapa tulisan, terang-terang mengeluhkan kenapa saya tidak cantik, tidak putih (benar-benar korban streotype cantik a la iklan produk kecantikan). 


2. Dari 2004-2009, kebanyakan yang saya tulis adalah mengenai perasaan saya terhadap lawan jenis. Dan sejak dulu (at least dimulai dari SMA kelas 1), ternyata saya lemah sekali dalam mengelola perasaan terhadap pria. Daripada cerita seneng-senengnya, ini mah lebih banyak kesuramannya -_- (eh atau memang saya nulisnya di saat suram aja kali ya).


3. Beberapa tulisan saya waktu SMA menggunakan huruf besar-kecil. Sadarlah anak muda, tulisan seperti itu sama sekali tidak keren. Susah untuk dibaca ulang. Mending ditulis dengan pulpen warna-warni, lebih manis dan menarik. Alhamdulillah, semakin ke halaman belakang, tulisan semakin rapih dan cantik (tergantung mood juga sih) .


4. Banyak keinginan zaman dulu yang dikabulkan Allah setelah saya kuliah. Dan ternyata saya sudah tidak menginginkannya lagi saat ini (artinya saya tidak pernah benar-benar membutuhkannya).


Lucu rasanya membaca isi hati saya dulu. Kadang pula miris. Ternyata dulu saya begini, ternyata dulu saya begitu. Yang dulu saya anggap biasa saja, sekarang tampak konyol. Yang dulu bergalau-ria tanpa beban, sekarang malas rasanya dicap "labil". Dulu kulit berminyak, sekarang jadi lebih kering (ciri-ciri penuaan?). 


Begitulah, saya beranjak dewasa (menolak dibilang tua). Dan saya memutuskan untuk melanjutkan tulisan dalam buku harian biru itu agar beberapa tahun lagi saya tetap memiliki bahan evaluasi (dan tertawaan tentunya) :D

0 komentar: