Jumat, 27 Agustus 2010

Culture Attack

Setelah agak-agak menjadi korban Korean Wave (dan tetap menjadi korban sejati komik Jepang alias manga), saya jadi benar-benar menyadari betapa efektifnya penyebaran sebuah culture melalui dunia entertainment. Entah melalui film, drama series, musik, atau komik.

Hanya dengan menonton sebuah film/drama asing, secara tidak sadar kita mendapatkan pengetahuan baru mengenai kebudayaan di negara tersebut. Dari bahasanya (kecuali udah di-dubbing), fashion style (termasuk pakaian tradisionalnya), gaya hidup, tata krama, musik, tempat-tempat wisata, sampai makanan khas-nya. Ibaratnya, film atau drama adalah one-stop culture source.

Apalagi kalau film/drama-nya cukup berkesan di hati penonton. Misalnya nih saya dulu suka banget sama anime Samurai X (Rurouni Kenshin) dan saya sampai googling tentang restorasi Meiji, shinsengumi, dan nyari-nyari mp3 pengisi soundtrack-nya. Berkat manga, anime, dan drama itulah saya jadi sangat tertarik dengan budaya Jepang dan otomatis ingin mempelajari lebih banyak tentang kebudayaan mereka.

Selain itu, keberadaan artis-artis idola juga bisa menumbuhkan ketertarikan pada sebuah budaya. Dilihat dari post-post saya sebelum ini, jelas sekali kan sekarang saya lagi nge-fans sama Super Junior--sebuah boyband dari Korea. Kesukaan saya pada mereka membuat saya jadi mengikuti variety show-variety show mereka (yang benar-benar lucu dan menghibur). Dan sekarang saya jadi tahu kalau di Korea, orang yang lebih tua itu sangat-sangat dihormati (beda dengan culture Barat, di mana memanggil orangtua bisa cukup dengan memanggil nama saja). Juga tentang artis-artis idola di Korea (juga di Jepang) yang sudah dididik dengan disiplin dari mereka masih piyik untuk bisa menjadi complete entertainer. Entertainer adalah pekerjaan yang serius untuk mereka. Bukan sekedar punya tampang oke terus langsung bisa jadi artis kayak di negara kita. Nah, saat saya mengikuti informasi tentang artis-artis idola ini, tanpa sadar akan banyak informasi lain yang masuk ke dalam otak saya.

Prinsipnya memang sangat sederhana. Saat ada kita tertarik pada suatu hal, secara naluriah kita akan mencari informasi lebih banyak mengenai suatu hal tersebut. That's it.

Sebenarnya, jelas kebudayaan Indonesia sama sekali ngga kalah menarik dari kebudayaan negara lain. Menang kita kemana-mana kali kalau urusan keberagaman dan keunikan. Cuma ya itu, menurut saya salah satu penyebab kurangnya ketertarikan pada budaya sendiri adalah karena marketing yang buruk. Dan dunia entertainment adalah salah satu sarana marketing yang bagus untuk misi penyebaran budaya ini.

Masalahnya, dibandingkan dengan gempuran entertainment dari negara lain, kualitas dunia entertainment negara kita memang kalah jauh. Jangan dilihat dari segi kualitas efek dulu deh, lihat dari "isi"-nya aja udah jelas kalah. Sinetron-sinetron Indonesia itu ngga ada isinya. Lihat drama Korea/Jepang/Hollywood, mereka juga ngga pake efek-efek yang canggih banget, tapi mereka tahu bagaimana mengemasnya dengan kreatif dan menarik. Ya gimana mau tertarik dengan budaya sendiri kalau media--sebagai sarana informasi kita--hanya menampilkan tayangan ngga bermutu.

Solusinya: ayo kita membuat rumah produksi yang akan membuat tayangan-tayangan dengan muatan lokal yang bermutu (dan ga usah pake kejar tayang sampe beratus-ratus episode!). Jangan lupa pake promosi yang juga gila-gilaan tentunya :)

0 komentar: