Minggu, 23 Mei 2010

The Gown

Jadi, di suatu masa dalam kehidupan saya, saya melihat sebuah gaun yang sangat cantik di sebuah toko mungil di tepi jalan. Jenis gaun yang bagaikan gaun tuan putri dalam dongeng masa kecil saya. Warnanya putih bersih, lengkap dengan renda dan pita-pita kecil yang manis. Gaun yang saya impikan untuk bisa saya kenakan suatu hari nanti. Gaun yang saya harapkan untuk membuat saya bagaikan tuan putri yang cantik.

Dan akhirnya setelah bolak-balik melewati toko itu dan memandanginya dari etalase, saya berkeinginan untuk memiliki gaun itu. Lalu masuklah saya ke dalam toko yang dekorasinya juga sangat manis—warnanya dindingnya putih dengan semburat merah muda, sedangkan lantainya pualam lembut. Tempat yang menyenangkan dan sangat nyaman, hati ini rasanya menjadi hangat.

Lalu dengan telapak tangan saya yang telanjang, saya sentuhlah gaun putih itu. Halus sekali kainnya. Saya telusuri dari bagian leher gaun itu hingga ke renda-renda di bagian bawahnya. Rasanya sangat sempurna. Saya begitu berbahagia seperti saya menemukan harta karun di pulau terpencil.

Kemudian, saya ambil gaun itu.. setengah berlari kecil, saya menuju kamar pas. Saya kenakan gaun itu perlahan-lahan. Saya telusupkan dari kepala saya hingga gaun itu menyatu dengan tubuh saya. Saya sentuh lagi kainnya yang lembut, seperti membelai bayi.

Dan saya tataplah cermin di ruang itu. Cermin besar dengan bingkai perak. Lalu saya menyadari…. gaun cantik itu tidak cocok untuk diri saya. Aneh, ada yang salah. Ukurannya tampak tepat tapi ternyata gaun itu tidak dapat membalut tubuh saya dengan sempurna. Dan tentunya, gaun itu tidak membuat saya bagaikan tuan putri.

Ah saya sungguh kecewa. Saya lepas gaun itu. Ya, gaun itu tetap cantik dan begitu anggun. Tapi sayangnya ternyata tidak pas untuk diri saya. Dan bukan karena tubuh saya yang salah. Tidak ada yang salah pada ciptaanNya. Hanya saja… memang gaun itu tidak cocok saya kenakan. Mungkin garis-garis jahitannya, modelnya, atau warnanya yang memang tidak sesuai dengan tubuh saya. Oh, dan entah mengapa rasanya sesak ketika mengenakannya.

Saya sedih. Saya menginginkan gaun itu, gaun yang ada dalam impian saya. Tapi ternyata gaun itu membuat saya terlihat buruk… dan apakah saya harus terus berkeras untuk memiliki gaun itu?
Tidak. Tentu tidak. Saya tak yakin untuk mengenakannya lagi karena akan terasa sangat tidak nyaman untuk diri saya. Untuk apa? Gaun impian saya seharusnya adalah gaun yang jatuh dengan begitu indah di tubuh saya.

Bukan salah gaun itu, bukan salah diri saya pula bukan?
Saya menginginkan gaun itu, bukan berarti saya akan memaksa untuk memiliki gaun itu karena memang tidak membuat saya secantik impian saya.
Karena itu, saya letakan gaun itu kembali pada tempatnya di depan etalase. Gaun itu akan lebih tepat dikenakan ‘tuan putri’ lainnya yang sesuai.

Sementara saya? Saya mungkin perlu menelusui beberapa blok jalanan lagi, menemukan toko mungil lainnya di persimpangan jalan di mana dipajang gaun lain yang benar-benar didesain hanya untuk saya.. gaun putih berenda-renda. Dengan brokat cantik dan taburan kristal yang berkilauan.. yang akan membuat saya sungguh terpesona. Gaun milik saya seorang diri yang membuat saya seperti putri yang anggun….

*dicopas dan sedikit diedit dari post tumblr saya tahun lalu*

0 komentar: