Senin, 01 Maret 2010

Suatu Kuliah di Pagi Hari :)

Ini cerita tentang salah satu kuliah gw di SBM, yaitu Religious Study alias pelajaran Agama. Beda dengan jurusan lain sesama ITB yang pelajaran agamanya benar-benar berdasarkan agama yang dianut, kalo di SBM pelajarannya jadi lebih general.
Maksudnya, kita lebih mempelajari tentang issue-issue yang berkaitan dengan masalah kepercayaan. Kayak tentang euthanasia, bunuh diri, dan lain-lain. Cukup menarik sebenernya kalo pelajarannya dibawa sesuai konteks.

Minggu lalu, kebetulan dosen tamu yang mengajar pelajaran ini. Dan karena gw terlambat 15 menit, gw ga tau namanya. But, he's Ph.D holder from university in Japan, so he must be very smart or something. Yah, pokoknya gw yang biasa males-malesan denger kuliah Religious Study (hehe), hari itu jadi cukup serius mendengarkan beliau berbicara (berhubung cara penyampaiannya juga bagus)

Ini poin-poin yang masih terngiang-ngiang di kepala gw (yang masih gw inget untuk dituangkan dalam blog ini plus gw tambahin opini pribadi tentu saja)


1. Pentingnya Mempercayai Tuhan

Seperti yang udah kita ketahui, Jepang yang merupakan salah satu Macan Asia, adalah sebuah negara yang maju nan kaya. Pendapatan per kapitanya termasuk yang paling tinggi se-Asia. Dan siapa yang ngga kenal produk Jepang macam Sony, Toyota, atau Honda?

Dosen gw cerita, para pekerja di Jepang itu masuk kantor jam 8 pagi dan pulang paling cepat jam 12 malam (ini mah namanya kerja rodi ya?). Tapi memang sih gajinya kalau dirupiahkan bisa sampai sekian ratus juta per bulan. Tapi, apa gunanya sih kalo punya uang banyak tapi ga punya waktu luang? Kapan menikmati uangnya? Mana tingkat persaingan di sana bisa dibilang cukup sangar pula.

Oleh karena itu tidak mengherankan tingkat depresi di Jepang bisa dibilang sangat tinggi. Kalo ga salah denger, bahkan angka bunuh diri di negara itu bisa mencapai 400 ribu orang (entah per bulan atau per tahun, gw lupa.. kayaknya sih per tahun). Kalo baca komik-komik samurai, memang bangsa Jepang ini punya budaya bunuh diri yang telah mengakar.. entah lewat seppuku atau harakiri, demi menjaga kehormatan mereka setelah melakukan kesalahan atau kegagalan (yah walau sumbernya dari komik, tapi cukup memberikan gambaran sepintaslah, secara orang Jepang kalo bikin komik juga pake referensi).

(Hmm... coba para koruptor di Indonesia punya rasa gengsi setinggi orang Jepang, mungkin tiap hari isinya berita bunuh diri terus :p)

Kata dosen gw itu lagi, andai bangsa Jepang lebih percaya kepada Tuhan, mungkin mereka ga akan semudah itu memilih jalan bunuh diri ketika mereka depresi atau melakukan kegagalan. Jika mereka percaya masih ada dunia lain setelah kematian, masih ada surga dan neraka, mungkin mereka ga akan segampang itu loncat dari atap gedung.

Mereka memang memiliki agama resmi sih, yaitu Shinto. Tapi kalo kata temen gw yang kakaknya kuliah di Jepang, Shinto itu sendiri lebih merupakan "budaya", bukan "agama". Budaya adalah hasil kreasi akal manusia, sementara agama berasal dari kekuatan lain Yang Maha Besar. Dan orang Jepang paling cuma ke kuil setiap tahun baru atau saat ada perayaan tertentu. Agama tidak menjadi landasan hidup mereka.

Padahal kan kalo kita punya agama kita bisa mengeluhkan segalanya pada Tuhan. Pada Allah SWT. Lagi depresi pun, kita selalu punya tempat mengadu dan bersandar sehingga kita ga perlu sampai putus asa dan bunuh diri segala. Meski wujud nyata-Nya tidak bisa dipertanyakan, keberadaan-Nya terasa di hati, lebih dekat daripada urat nadi.

(bersambung)

0 komentar: